Sunday 23 September 2012

Bahaya Social Networking! Menyebabkan Ketersinggungan.



Iseng Baca - Kaum Agamis mengatakan manusia selain mempunyai hubungan Vertikal dengan Tuhan (HablumMinallah) manusia juga dituntut membangun hubungan horisontal antar manusia (HablumMinannas) guna mencapai kesempurnaan. Para akademisi juga mengatakan manusia adalah mahluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan manusia lain untuk  pemenuhan kebutuhan hidupnya.

Sayangnya di dalam melaksanakan ritual sosial ini terkadang muncul berbagai gesekan, pertentangan, bahkan muncul bibit permusuhan yang berasal dari kesalah-pahaman belaka. Sebuah contoh sederhana bahwa di Blog public Kompasiana dengan mottonya Sharing and Connecting justru banyak Kompasianer yang “Lost in translation” atau lebih tepatnya “Lost in communication” saat posting atau menanggapi  sebuah tulisan yang akhirnya berujung kepada ketidak-sukaan, saling menjelekkan, saling  menghujat, caci maki  dan kemarahan yang tak berujung .

Didalam kehidupan sehari-hari kita mengenal sebuah istilah yang berlaku universal karena menyangkut perasaan manusia, dalam kamus besar bahasa indonesia istilah ini disebut tersinggung dengan penjabaran arti yang sangat minim hingga saya lebih senang menyebutnya ketersinggungan, sebuah keadaan dimana seseorang merasa egonya dilanggar, diinjak , dipermalukan, dijatuhkan, dihina atau disakiti.

Masalahnya adalah tingkat ketersinggungan manusia tidak pernah terukur, tidak ada satuan yang baku atau metode tertentu untuk menentukan kadarnya, tidak ada batasan-batasan yang dapat dijadikan indikator untuk menghitung level titik jenuhnya, bahkan tak ada satupun norma –norma pasti yang dapat mendeteksi dimana seseorang menjadi tersinggung akibat kata-kata atau perbuatan orang lain.

Ketersinggungan sifatnya sangat subyektif tergantung dari latar belakang pengalaman, budaya dan nilai-nilai yang dianut seseorang. Inilah repotnya hal yang terkadang kita anggap biasa saja menjadi luar biasa bagi orang lain dan yang kadang menjadi biasa buat orang lain ternyata sangat luar biasa bagi kita , sangat berbeda dengan perbuatan yang nyata-nyata benar atau salah (Misalnya mencuri)

Namun demikian analogi di atas belum dapat menjadi acuan atau indikator yang pasti dalam melacak ketersinggungan, apakah ketersinggungan selalu bersumber dari perbedaan latar belakang budaya? , ternyata tidak juga tuh, ada nilai-nilai dalam diri yang terbangun seiring dengan pengalaman seseorang dalam hidupnya. Misalnya kebiasaan tentang efisiensi pemanfaatan waktu, kebiasaan tentang kebersihan, kebiasaan tentang tata krama/etika, yang bagi orang tertentu merupakan hal yang sangat dijunjung tinggi. Jadi jangan coba-coba melanggar nilai-nilai ini atau anda sangat berpotensi untuk membuat orang tersebut merasa tersinggung.

Hal yang lebih sederhana lagi dimana manusia pada dasarnya ingin pengakuan terhadap eksistensi dirinya sebuah penghormatan terhadap keberadaannya, karyanya, dan lain lain tentang keakuannya .  Walaupun keinginan ini   jarang terucap namun hal ini akan mendapat sebuah Reaksi yang cukup signifikan dan “sistemik” saat kita mulai meremehkan atau menyinggung ego mereka.

Inilah yang sangat berbahaya saat ketersinggungan muncul, seseorang yang dekat dengan kita bisa dengan tiba-tiba menjauh, sahabat bisa menjadi musuh, rekan bisnis bisa jadi saingan yang menjatuhkan , Atasan yang mendukung bisa jadi atasan yang menghambat , semuanya bisa berbalik 180 derajat apabila bersentuhan dengan hal yang satu ini

Parahnya lagi ketersinggungan kadang jarang diungkapkan, biasanya hanya disimpan di dalam hati dan menjadi sebuah catatan khusus untuk pribadi tertentu yang membuatnya tersinggung, ini sangat berbahaya karena orang yang membuatnya tersinggung tidak pernah tahu kesalahannya sehingga tidak dapat memperbaiki keadaan.

Kata orang tua selalu berhati hati dan  teliti dalam bertutur dan bertindak, maksud yang baik pun belum tentu  akan diterima baik apabila cara penyampaiannya salah dan tidak tepat, analoginya jangan memberikan minum ke seseorang yang kehausan dengan menyiramkan air langsung kemukanya . Sehingga  diperlukan sebuah kejelian,   empati dan sensitifitas yang tinggi untuk membaca hal ini agar tidak terjadi kesalah pahaman. Akhirnya terngiang beberapa  petuah lama dan  namun cukup ampuh untuk menjaga hubungan silaturahim dalam “tetek bengek” bersosialisasi ini.

“Bukankah seribu teman kurang dan satu musuh terlalu banyak, karena itu berhati-hatilah dengan lidahmu,  dalamnya Lautan dapat diukur namun dalamnya hati manusia siapa yang tahu. salam dari Indra Putra yang sedang belajar untuk tidak membuat orang lain tersinggung.

Semoga bermanfaat, salam lantas media.

No comments:

Post a Comment

Luangkan sedikit waktu anda untuk bekomentar jika anda menyukai postingan kami di atas.